SEJARAH AKSARA JAWA (PART 03)
05 November 2019 04:44:55 WIB
SIDASAMEKTA KEPEK - Selain Aji Saka sebagai tokoh fiktif, nama kerajaannya yakni Medangkulan masih merupakan misteri karena secara historik sulit dibuktikan. Ketidakterikatan itu sering menimbulkan praduga dan persepsi yang bermacam-macam. Misalnya praduga yang muncul dari Daldjoeni (1984: 147-148 ) yang kemudian diacu oleh Suryadi (1995 : 79) bahwa kerajaan Medangkamulan berlokasi di Blora, sezaman dengan kerajaan Prabu Baka di ( sebelah selatan ) Prambanan, yakni sekitar abad IX. Berdasarkan praduga itu, aksara Jawa ( ha-na-ca-ra-ka ) diciptakan pada sekitar abad tersebut.
Praduga Daldjoeni tentang lokasi Medangkamulan memang sesuai dengan keterangan dalam sebuah teks lontar ( Brandes, 1889a : 382-383 ) bahwa Medangkamulan terletak di sebelah timur Demak, seperti berikut :
Mangka wonten ratu saking bumi tulen,
arane Prabu Kacihawas.
Punika wiwitaning ratu tulen
mangka jumeneng ing lurah Medangkamulan,
sawetaning Demak,
sakiduling warung.
Demikianlah ada raja dari tanah tulen, namanya Prabu Kacihawas. Itulah permulaan raja tulen ketika bertahta di lembah Medangkamulan, sebelah timur Demak sebelah selatan warung. Akan tetapi, penanda tahun kelahiran ha-na-ca-ra-ka diatas berbeda dengan yang terdapat dalam Serat Momana. Dalam Serat Momana disebutkan bahwa ha-na-ca-ra-ka diciptakan oleh Aji Saka yang bergelar Prabu Girimurti pada tahun (saka) 1003 (Subalidata 1994:3) atau tahun 1081 Masehi. Tahun 1003 itu dekat dengan tahun bertahtanya Aji Saka di Medangkamulan, yakni tahun 1002 yang disebutkan dalam The History of Java jilid II (Raffles 1982:80) pada halaman yang sama dalam The History of Java itu disebutkan pula bahwa Prabu Baka bertahta di Brambanan antara tahun 900 dan 902, yakni seratus tahun sebelum Aji saka bertahta.
Pendapat lain dikemukan oleh Hadi Soetrisno (1941). Dalam bukunya yang berjudul Serat Sastra Hendra Prawata dikemukan bahwa aksara Jawa diciptakan oleh Sang Hyang Nur Cahya yang bertahta di negeri Dewani, wilayah jajahan Arab yang juga menguasai tanah Jawa. Sang Hyang Nur Cahya adalah putra Sang Hyang Sita atau Kanjeng Nabi Sis (Soetrisno, 1941: 6). Disamping aksara Jawa, Sang Hyang Nur Cahya juga menciptakan aksara Latin, Arab, Cina dan aksara-aksara yang lain. Seluruh aksara itu disebut Sastra Hendra Prawata (Soetrisno, 1941: 3 – 6).
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Pengunjung |
- Karya Bhakti TNI di Kalurahan Kepek
- Pembinaan Kegiatan Dais di Kalurahan Kepek dari Paniradya DIY
- Pisah Sambut Panewu Wonosari
- Pengumuman Lelang Pengadaan Peralatan Mebelair dan Aksesoris Ruangan
- Sosialisasi Penataan dan Peningkatan Kualitas Kawasan Pemukiman Kumuh
- Sosialisasi Penataan dan Peningkatan Kualitas Kawasan Pemukiman Kumuh
- coba